Popular Post

Posted by : Unknown Senin, 02 Desember 2013

Angin sore bertiup mesra bersama hujan rintik menyapu dedaunan diluar jendela, indah dan tenang, rasanya ini liburan paling sepi yang pernah terjadi. Kubuka jendela dengan harapan angin masuk ke kamar menemani tidur siang di ranjang. BRAAKKKK tiba-tiba pintu kamarku terbuka, Firas, adik lelaki ku yang masih kelas 3 SD. “Bang bantu buat cerpen dong.” Rengek firas. Hancur sudah suasana indah tidur siang. “Ya ampun Fir.. ngapain sih siang siang gini buat cerpen. Ganggu nih. Tidur siang itu upacara sakral bagi abang, ditambah hujan lagi.” Terangku panjang lebar. “kasih ide dong buat cerpen. Ini tugas dari diknas.” Kata Firas. Hmm yaudalah, sebagai abang yang baik sudah sepantasnya ngebantu adek. “Yaudah ini abang punya cerita nih. Buat inspirasi, ntar kamu buat sendiri.” Firas bahagia merayakan kemenangannya atas menaklukanku. “Gini ceritanya” :
Malam itu lebih dingin ketimbang biasanya. Kota Surabaya tak biasanya sedingin ini, langit pun tak bercahaya, kelam tertutup abu-abu. Angin dingin menyapu kulit seiring deru kendaraan, tak terlalu ramai memang tapi cukup sulit untuk menyeberang bagi wanita paruh baya yang berusaha menenteng dua tas besar yang entah apa isinya ditambah sebuah trolly bayi dan tentu saja ada bayi di dalam trolly itu, bagaimana aku tahu? Tentu dari bayi yang sejak tadi terisak di dalam trolly itu. Semua pemandangan ini hanya kusaksikan dari dalam Coffee Café sembari meminum segelas kopi dari dalam gelas. Kualihkan pandanganku dari wanita itu dan mencoba mencari pikiran lain. Apa yang dilakukan orang sepertiku disini sendirian, Remaja berumur 16 tahun yang duduk-duduk di Cafe sendirian, entahlah aku juga tak tahu, ini hanya naluri untuk keluar rumah mencari angin segar. Sedangkan di meja sebelah kulihat cafe penuh dengan muda-mudi kebanyakan berpasangan dan tenggelam dalam aktivitas ala anak muda pacaran di kota metropolitan.
Kembali pandanganku teralih ke wanita dengan trolly bayi, kini ia memegang ponsel di telinga dan suaranya keras berbicara kepada orang yang meneleponnya, ia tampak marah, mungkin suaminya menanyakan kenapa ia tak pulang-pulang. sepertinya seseorang sedang dalam hari yang buruk. Tak terasa tubuh ini bangkit mendekati si wanita dengan trolly bayi itu. Kulirik sebentar arloji, 08.20 PM. “Saya rasa anda sedang dalam kesulitan.” Kata ku berusaha ramah. “Kau disini untuk membantu?” tanya si wanita itu. “Tentu!” Kuraih dua buah tas besar di trotoar dan si wanita membawa trolly berisi bayi nya dan kubimbing ia menyeberang jalan. Ternyata dia menuju ke mobilnya Honda Jazz hitam di seberang jalan. Setelah mengurus tas besar dan trolly itu masuk ke mobil ia pun masuk ke mobil dan memanggilku “Nak!”, aku menghampirinya, iapun melanjutkan “Terimalah ini!” ia menyodorkan uang seratus ribu rupiah padaku. “Tidak bu, saya ikhlas membantu” jawabku, kedengaran seperti sok suci bagi  remaja dengan isi dompet pas pas’an. “Aku tak tahu apa jadinya bila tidak ada dirimu. Aku sendirian dan kesulitan dengan barang bawaanku. Aku tak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu selain ini.” Kata si wanita paruh baya ini. Aku termenung sebentar, dulu saat pulang sekolah dan sepedaku bocor, seorang pengemudi mobil pick-up menawarkan tumpangan, si sopir mengucapkan kata-kata yang selalu kuingat agar aku selalu menolong orang yang membutuhkan. ah iya lebih baik aku mengutip kalimat yang diucapkan sopir pick up itu padaku kepada wanita ini. Aku membisikkan sesuatu ke ibu itu, si ibu mengangguk pertanda setuju. “baiklah nak, terima kasih atas pertolongannya ya. Eh ngomong-ngomong siapa namamu nak?” “Irgi!” jawabku. “namaku Bu Erlin, senang bertemu denganmu.” Si wanita pun berlalu dengan mobilnya.
Si wanita yang bernama Bu Erlin itu melihat bayi di jok sebelahnya. Ia sudah tertidur pulas dalam balutan selimut. Lapar menyeruak perutnya, Setengah berpikir apakah ia harus pulang, dilihatnya Jam menunjukkan pukul 9 malam, tak apalah pikir Bu Erlin. Ia menghentikan mobilnya di sebuah restoran kecil. Ia gendong anaknya dan melangkah menuju pintu restoran. Disana ada beberapa orang remaja sedang berkerumun, satu tergeletak ditanah.  Baru bu Erlin sadar mereka sedang membully anak yang terjatuh di tanah itu, anak itu pincang, kakinya di amputansi. 4 anak lainnya ialah anak nakal yang satu berlagak seperti bos merampas kruk anak cacat itu. Bu erlin tersentuh hatinya, ia teringat apa yang irgi bisikkan padanya, ia harus melakukannya sekarang. Cepat ia melangkah menuju para remaja itu. ‘Hentikaaan!! Tinggalkan anak itu sendiri!!!” pekik Bu Erlin.”Apa maumu?” bentak salah seorang remaja itu. “tinggalkan dia.” Sentak Bu Erlin. Ia menodongkan sebuah kaleng spray bertuliskan Pepper Spray. Bu Erlin tak berniat menggunakannya, ia hanya bermaksud mengintimidasi. Empat remaja itu pun mengalah, mereka meninggalkan si Anak cacat, si Bos remaja melamparkan kruk ke si anak cacat sembari berteriak “ini belum selesai Bobby.” Bu Erlin membantunya berdiri. “Kau tidak apa-apa nak?” bobby meraih kruknya, berdiri dengan satu kaki dan sebuah tongkat. “Ya, saya baik-baik saja bu. Terima kasih. Seandainya saya bisa membalasnya.” Bu Erlin menggeleng “tak perlu kau balas, ini kan wajar. “ “terima kasih Bu, anda orang yang baik. Andai saya bisa melakukan sesuatu untuk anda .” Bu Erlin mendekatinya “Namamu Bobby kan, begini saja Bobby.....” Bu Erlin membisikkan sesuatu ke telinga Bobby, membisikkan kalimat yang kukatakan(Irgi)  pada Bu Erlin, “Tentu saja saya akan melakukannya.” Jawab Bobby mantap. “Bagus.. Nah saya mau makan dulu.” Bu Erin masuk ke dalam Restoran.
Bobby melangkahkan kakinya menuju rumah, di dekat blok rumahnya sedang ramai karena ada pasar malam. Ia memutuskan ingin melihat sesuatu di dalam pasar malam. Di tengah keramaian Bobby melihat ada seorang lelaki berumur sekitar Tiga puluh tahunan,  Pria itu merangkak di tanah, Bajunya sudah kotor dan Bau, kedua kakinya diperban yang sudah kotor dan mengeluarkan bekas darah di perbannya, orang-orang di lingkungan situ biasa memanggilnya Mas Bono. Bobby merasa iba padanya, bukan karena ia cacat, tapi karena Mas Bono berbohong. Ia pernah memergoki mas Bono berjalan dengan kedua kakinya utuh dan baju yang bagus, itulah kenapa Bobby iba, sebenarnya faktor ekonomi juga yang menyebabkan mas Bono pura-pura jadi gelandangan yang cacat agar bisa tetap mencari sesuap nasi, Bobby juga tahu mas Bono karena mereka berada di lingkungan yang sama. Mas Bono terus merangkak sambil memegang kaleng meminta belas kasihan kepada orang yang lewat. Seseorang memasukkan uang 200 perak ke kaleng Mas Bono, Mas Bono mengumpat-umpat, “DASAR PELIT LHO.”  Namun setelahnya ia memasang muka iba lagi, tiba-tiba ada tangan yang mengulurkan uang berwarna merah bergambar pahlawan proklamator Indonesia ke dalam kaleng Mas Bono. Mas Bono senang bukan main, ia tak menyangka akan ada orang yang memberinya uang sebanyak itu. Omset nya per hari pun takkan pernah sebanyak itu. “Alhamdullilah, terima kasih sudah diberi uang banyak.” Seketika mas Bono berbalik untuk melihat siapa yang memberiya uang 100 ribu, lalu ia tersentak kaget. Seorang bocah cacat yang berdiri satu kaki dibantu kruk, Bobby. Bobby susah payah  jongkok agar ia bisa berhadapan dengan mas Bono. “Semoga uangnya cukup buat makan ya mas.” Kata Bobby. Mas Bono merasa malu, ia sangat malu, baru kali ini ia malu berakting menjadi orang cacat yang meminta-minta tapi sebenarnya dia orang normal, malahan Bobby yang cacat malah bersedekah kepada mas Bono yang normal. “Bagaimana saya bisa membalas kebaikan anda?” tanya mas Bono. Bobby membisikkan sesuatu ke mas Bono, kata-kata yang diberitahukan Bu Erlin kepadanya, kemudian Bobby bangkit berdiri dan pergi. Mas bono menangis, ia malu dan marah, marah kepada dirinya sendiri, dia mengutuk dirinya sendiri karena berpura-pura cacat. Ia langsung bangkit dari posisi merangkaknya, ia lepas perban yang membalut kakinya, sambil berkaca-kaca ia meninggalkan keramaian, kaleng dan seisinya ia berikan saat menemui pengemis tua dijalan. Setelahnya mas Bono duduk bersimpuh di trotoar dalam keramaian yang mulai surut sambil menyesali perbuatannya, tak henti-hentinya ia menyebut nama Allah SWT.
Aku mulai mengendarai motorku menuju rumah. Sudah larut malam, lagian sepertinya langitnya mendung. Saat berbelok ke arah rumah, tanpa kusangka motorku melewati jalanan berpasir tipis, Ban ku oleng dan Aaaaa, Bruaakk.. motorku terjatuh Dan tentu saja akupun ikut terjatuh, jatuh rebah di jalan aspal.. Seseorang pria datang menghampiriku, membantuku berdiri, dan mengurus motorku. “Baik-baik saja mas?” tanya orang itu sopan. Aneh banget, pria ini tampangnya serem dan lusuh tapi matanya teduh dan sopan. “Iya mas, bak-baik aja kok.” jawabku. Mas tadi langsung masuk ke dalam minimarket, beberapa saat setelahnya ia kembali sembari membawa dua kaleng cola. “ini mas diminum, abis jatuh pasti kaget, jadi minum dulu.” Tuturnya. Karena emang lagi haus dan alhamdullilah gratis, kuraih cola ditangannya. “Makasih lho mas, repot gini, ngomong-ngomong namanya sapa mas?” Kataku sembari meminum cola. “panggil aja Mas Bono!” jawabnya enteng. “kalo mas ini?” sambungnya. “saya irgi. Makasih mas udah nolongin, ngasih minum, thanks banget. Kalau aja ada yang bisa saya lakukan.” Kataku panjang lebar. “gaperlu mas tapi....” mas bono membisikkan sesuatu ditelingaku, ia mengatakan apa yang Bobby katakan padanya. Mas Bono tersenyum simpul dan segera pamit pulang. Aku hanya tertegun disini, apa yang mas bono bisikkan padaku jelas adalah kata yang kubisikkan ke Bu Erlin. Bagaimana bisa. Ahh.... Aku tau sekarang, senyum tipis tersembul di wajahku. Kebaikan ini sudah tersalurkan dan kembali padaku.
Kulirik Firas, semoga ia tak ketiduran mendengar kisah ini. Firas, Oh bagus ia mendengarkan dengan serius di tempat tidurku. “Jadi, kau tahu pelajaran yang bisa diambil dari kisahku tadi firas?” tanyaku mengujinya. Sepertinya ia tak sabar ingin menjawab. “Iya bang, jadi kebaikan yang kita lakukan, suatu saat bahkan mungkin saat itu juga akan kembali pada kita. Yey sekarang aku punya bahan bagus untuk buat cerpen.” Jawab firas. Adikku memang pintar, dia mengerti arti kisah ini. “Tapi Bang, dalam cerita tadi ada saat Kau membisikkan sesuatu ke Bu Erlin, lalu Bu Erlin membisikkan ke Bobby, Bobby membisikkan pada Mas Bono, dan Mas Bono membisikkannya kembali padamu. Aku pikir yang mereka semua bisikkan ialah hal yang sama. Apa yang mereka Bisikkan Bang?” sudah kuduga, adikku memang jeli. “Apa yang kubisikkan ke Bu Erlin lalu Bu Erlin bisikkan ke Bobby, dan Bobby bisikkan ke Mas Bono lalu bisikkan itu kembali lagi padaku ialah: Jika Kau Ingin Membalas Budi dari Perbuatan Baik Ku ini, Maka jika kau melihat orang kesusahan, ingatlah aku pernah menolongmu, tolonglah dia dan suruh dia melakukan hal yang sama, teruskanlah rantai Kebaikan ini, Jangan Biarkan Kebaikan Ini Terputus pada dirimu.

Selesai
The Owner of this Story is :
Irgi Dwi Fahrezi
If you respect me, please insert my domain blog when you repost this story. Thanks :D
Copyright : The owner of this Blog


Leave a Reply

Tinggalkan komentar anda sebagai apresiasi untuk penulis. Thanks. :D

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © WaWasan Ane - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -